Jayapura,PapuaLink.Id – Kelompok Khusus DPR Papua menggelar FGD atau forum diskusi sebagai tindaklanjut dari rapat dengar pendapat (hearing) bersama masyarakat pada 11 November 2022 lalu, yang membahas soal dampak tailing terhadap tiga masyarakat di Distrik Jita, Distrik Timika Timur Jauh dan Distrik Agimuga.
Sayangnya FGD yang berlangsung di salah satu hotel di Jayapura, Rabu (23/11/22) tidak dihadiri PT Freeport Indonesia, selaku pihak yang harus bertanggungjawab soal dampak tailing tersebut.
“Jadi sebelumnya kami sudah buat surat undangan untuk Freeport, Pemprov Papua dan INALUM. Tapi yang hadir tadi hanya dari pihak provinsi saja yang menyampaikan tentang tailing,” kata Ketua Kelompok Khusus DPR Papua John NR Gobay.
John Gobay mengaku sempat mendengar kabar bahwa beberapa waktu lalu, Pemkab Mimika menggelar diskusi awal tentang master plan dengan fokus isu pemanfaatan tailing.
Namun kata dia, seharusnya yang dibahas Pemkab Mimika adalah soal fokus permasalahan yang terjadi di masyarakat Timika Timur Jauh, Jita dan Agimuga yaitu pendangkalan sungai yang terjadi akibat dari tailing perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
John Gobay juga mengungkapkan, tujuam FGD adalah ingin mendapatkan solusi baik dari Pemerintah dan juga Freeport.
” Karena masyarakat sampaikan harapan mereka bahwa yang mereka ingin solusi dari pihak yang bertanggungjawab yaitu Freeport atas kelalaian dalam melaksanakan kegiatan ya sehingga menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat,” tegasnya.
Tak hanya Freeport, Pemerintah juga harus ikut bertanggungjawab, mengingat Pemerintah telah mendapatkan kewajiban (pajak) yang dibayar oleh Freeport selama perusahaan tambang terbesar di dunia ini beroperasi di Mimika.
“Dan harus rakyat juga adalah milik pemerintah,” sergah John Gobay.
Dalam FGD tanpa kehadiran Freeport, masyarakat memberikan usulan yang harus disampaikan kepada Freeport, dan itu harus ditindaklanjuti.
Usulan itu berupa pembayaran kompensasi atas kerugiaan harta benda masyarakat, menyediakan kapal Feri di laut, dan membuka pelabuhan baru di Lampung Otakwa dan pembangunan tempat singgah di Pelabuhan Pomako.
“Ada harapan lain daei masyarakat di 23 kampung dan 3 distrik itu juga yaitu mereka dapat diundang Freeport dam Pemkab Mimika untuk bahas soal tailing,” kata John.
Selain itu, masyarakat minta Freeport harus bersikap adil tanpa membeda-bedakan kriteria asal masyarakat dalam memberikan perhatian. Pasalnya selama ini Freepot hanya betanggungjawab atas masyarakat 3 kampung di pegunungan, dan 5 kampung di pesisir. Sementara Agimuga, Jita dan Timika Jauh tidak masuk dalam wilayah tanggungjawab Freepport.
“Padahal dampak tailing itu dirasakan langsung masyarakat tiga distrik ini.
Ingat, bukan suku Amungme dan Komoro saja tapi ada suku Sempan juga. Dan dampak tailing ada di wilayab Suku Sempam, sehingga ini harus menjadi perhatian Pemerintah dan Freeport,” terang John.
John Gobay mengaku pihaknya sudah dua kali mendengar diskusi, namun Freeport berhalangan hadir lantaran tengah terjadi insiden.
“Hari ini juga ada insiden, dan tidak bisa hadir. Saya ingin ingin buka mata Freeport soal kearifan lokal di Papua, di mana orang Papua kalau lihat insiden ini menandakan bahwa Allah sedang marah karena engkau tidak menjawab apa yang menjadi hak-hal dari masyarakat,” ucapnya.
“Jadi saya minta atensi Freeport apalagi ada anak-anak Papua juga di manajemen Freeport, sehingga tolong bicara degan masyarakat khususnya kelompok-kelompok yang menyuarakan aspirasi,” imbuhnya.
Selanjutnya John menyebut telah menyurat resmi kepada Freeport pada Juni 2022 lalu, perihah menyediakan sebuah kapal keruk yang tentu saja bisa dibeli dari pendapatannya selama ini.
“Jadi kapal keruk itu bisa pakai setiap saat mengeruk sungai yang sedang terjadi pendangkalan, sehingga masyarakat bisa beraktivitas untuk mencari rejeki mereka selama ini dari situ,” tutupnya. (Redaksi)