Jayapura,PapuaLink.Id – Yulianus Yansens Pardjer, selaku penasehat hukum GRY mengklarifikasi terkait pemberitaan yang menyeret kliennya atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Yulianus menyatakan, apa disampaikan SK di media, adalah pembohongan publik dan pembunuhan karakter atas kliennya.
Sebelumnya, SK yang merupakan istri dari GRY didampingi kuasa hukumnya Gustav Kawer, memberikan keterangan kepada awak media bahwa ia telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama kurang lebih 10 tahun. Kasus ini pun telah ditangani Polresta Jayapura Kota.
SK didampingi kuasa hukumnya dalam sesi jumpa pers itu mengaku diancam dengan menggunakan alat tajam dan senjata api.
GRY melalui penasehat hukumnya pun mengklarifikasi dan membantah seluruh tuduhan tersebut.
Kata dia, tak ada kekerasan yang dilakukan kliennya menggunakan senjata tajam maupun senjata api. Bahkan, pihaknya membantah bahwa GRY memiliki senjata api.
“Ini perlu diklarifikasi, karena hal itu tidak pernah dilakukan klien kami pak GRY. Kalau pernah dilakukan, pasti sudah ada pelaporan oleh SK, apa lagi dia mengaku diancam dengan senjata tajam dan bahkan dengan senjata api. Padahal tidak ada senjata api, kalau senapan angin, untuk berburu itu ada, tapi tidak dipakai untuk mengancam, ” kata Yulianus Yansens Pardjer di Jayapura, Minggu (4/6/2023) sore.
Dalam pernyataan SK, juga disebutkan ia alami kekerasan pasca operasi dan kemoterapi di Dok 2 Jayapura.
Terkait hal ini pun pihak GRY ikut berkomentar, disampaikan penyakit tersebut telah diderita SK sejak 2022.
Selama menderita penyakit tersebut, sang suami terus mendampingi SK hingga melakukan pengobatan di luar negeri.
“Jadi klien kami GRY ini mengantarkan istrinya untuk berobat di Malaysia. Ketika kembali di Jayapura, SK menjalani kemoterapi. Ada 6 kali kemoterapi, setiap lakukan kemo, kliein kami yang mengantar dan menemani.
Artinya sebagai suami dia bertanggung jawab,” jelasnya.
Kata Yulianus Yansens, SK sendiri pernah meninggalkan GRY dalam kurun waktu dua tahun sejak 2017 hingga 2019 dan baru kembali ke rumah setelah diajak sang suami karena pertimbangan anak-anaknya.
Selain itu, pihaknya pun menyoroti pernyataan SK melalui penasehat hukumnya yang mengaku merasa janggal, terkait kinerja pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Jayapura Kota.
“Kami merasa bingung kenapa mereka merasa janggal, lalu meminta Kapolda Papua menyoroti kinerja pak kapolresta.
Menurut kami semua proses sudah berjalan sesuai hukum acara pidana yang berlaku.
Karena, Kepolisian sudah melakukan proses hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penatapan klien kami sebagai tersangka dan juga melakukan penahanan, ” jelasnya lagi.
Setelah proses tersebut, pihak GRY pun membuat permohonan penanggungan penahanan. Hal ini ditegaskan Yulianus Yansens adalah hal yang wajar dan telah sesuai prosedur karena merupakan hal kliennya berdasarkan pasal 31 KUHAP.
“Itu sudah menjadi hak kami, membuat penangguhan penahanan. Dan lagi saya pikir Polisi telah mempertimbangkan matang-matang untuk mengabulkan permohonan kami dengan syarat tiap hari wajib lapor, ” tegasnya.
Ia juga menganggap tak masuk akal, jika kliennya diminta untuk kembali ditahan dengan alasan khawatir dihilangkannya barang bukti dan kekerasan kembali terjadi.
“Secara logika hukum, ini tidak bisa dipahami, karena klien kami sudah tak bersama, bagaimana ia akan melakukan KDRT lagi. Kedua, barang bukti sudah ada di penyidik, sehingga tak mungkin dihilangkan, ” jelasnya.
Tak hanya itu, pihaknya pun menyoroti pemberitaan sejumlah media onliene dan postingan di media sosial yang menurutnya tak berimbang.
“Terkait pemberitaan tersebut, maka kami akan mengambil langkah hukum karena merasa kami sangat dirugikan dan terlebih lagi asas praduga tak bersalah harusnya dikedepankan, ” katanya.
GRY juga ikut berkomentar, ia membantah jika ada keberpihakan Polisi terhadap dirinya.
“Saya selama di Polres disampaikan pak Gustav selalu keluar dan lakukan video call dengan perempuan, itu tidak benar dan saya melihat Polisi bekerja secara profesional, ” jelas GRY.(Redaksi)