Jayapura,PapuaLink.Id – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay meminta Ketua Komnas HAM RI segera surati Jaksa Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan kembali bekas perkara pasus pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, dan menetapkan tersangka Baru untuk dilakukan penuntutan baru atas kasus tersebut.
Emanuel menjelaskan, sebelum digelarnya sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai,di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makasar, Ketua Tim Ad Hoc, M Choirul Anam Komnas HAM RI menegaskan bahwa peristiwa Paniai sudah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, terdapat unsur pembunuhan dan tindakan penganiayaan, sistematis, meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kasus Paniai.
“Sehingga peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat,” kata Emanuel dalam rilisnya yang diterima Papualink, Jumat (9/12/2022).
Berdasarkan hasil penyelidikan, menurut Emanuel, tim menyimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur Kodam XVII/Cenderawasih hingva komando lapangan di Enarotali, diduga ssbagai pelaku yang bertanggung jawab.
“Sekalipun pejabat Penyelidikan (Komnas HAM) Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah telah menyimpulkan demikian namun pada pekembangannya Pejabatan Penyidik (Jaksa Agung) Pelanggaran HAM Berat Paniai hanya menetapkan satu orang tersangka dan selanjutnya pejabat Penuntut (Jaksa Agung) Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah menuntut satu orang terdakwa di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makasar,” tegasnya.
Atas sikap Jaksa Agung di atas, LBH Papua secara tegas telah meminta kepada Jaksa Agung Republik Indonesia untuk segera memberikan alasan atas penetapan satu orang terdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai, karena dinilai penetapan terhadap satu orang tersangka kasus pelanggaran HAM Paniai tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di tempat kejadian perkara (TKP).
“Menurut kami bahwa yang ikut serta dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai ini bukan hanya Mayor.Inf. (Purn), Isak Sattu, tetapi ada banyak oknum yang terlibat,” beber Emanuel.
Anehnya lagi, sambung dia, sekalipun Komnas HAM RI yang telah menyimpulkan hasil investigasinya, namun setelah melihat Jaksa Agung menetapkan satu orang tersangka dan terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai berdarah, Komnas HAM RI tidak mengunakan kewenangannya.
“Padahal Komnas HAMsewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana diatur pada Pasal 25, UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk menanyakan alasan Jaksa Agung Republik Indonesia hanya menetapkan satu orang tersangka yang kemudian dituntut terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah,” tutur Emanuel.
Setelah melakukan pemeriksaan perkara pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah, akhirnya majelis hakim pemeriksa perkara pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah memutuskan dan mengadili :
Pertamaz menyatakan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, melakukan pelanggaran HAM yang berat sebagaimana di dakwaan kesatu dan dakwaan kedua,”.
Kedua, membebaskan terdakwa oleh karena itu, dari semua dakwaan penuntut umum.
Ketiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya.
“Hakim juga meminta seluruh barang bukti dalam kasus ini agar tetap disimpan, dan membebankan biaya perkara pada Negara,” ungkap Emanuel.
Sebagai tanggapan atas putusan bebas tersebut, Komnas HAM menegaskan bahwa dalam putusan majelis hakim hari ini, peristiwa pembunuhan dan unsur-unsur pelanggaran HAM berat dari tragedi Paniai dinyatakan terbukti. Akan tetapi, mayoritas hakim menyatakan Isak, yang merupakan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat ini.
“Oleh mayoritas majelis hakim (Isak) dianggap tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana untuk pertanggungjawaban komando,” kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai.
“Kami merekomendasikan untuk jaksa agung segera menindaklanjuti putusan ini dengan memproses hukum pelaku yang punya pertanggungjawaban komando dalam Peristiwa Paniai ini. Jaksa agung harus menemukan siapa komandan yang bertanggung jawab atas peristiwa itu, kemudian mengajukan tuntutan terhadap yang bersangkutan,”.
Terlepas dari itu, pandangan tersebut juga dikuatkan dengan tanggapan Ketua tim penasihat hukum terdakwa, Syahrir Cakkari mengatakan bahwa sejak awal, pihaknya sudah melihat bahwa perkara tersebut tidak memenuhi unsur untuk disidangkan dalam pengadilan HAM berat.
“Fakta-fakta yang dibawa oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan ini kan masih mentah dan masih butuh pendalaman lebih jauh,” tegasnya.
Syahrir mengaku, “Begitu kita mendengarkan pembacaan dakwaan di awal oleh jaksa penuntut umum, kita sudah melihat bahwa pada ujungnya perkara ini tidak bisa dibuktikan. Terutama pada unsur sistematis maupun pertanggungjawaban komandonya,” ujar Syahrir lagi.
Atas dasar tanggapan Komnas HAM RI dan penasehat hukum terdakwa atas putusan bebasa diatas secara langsung menjawab alasan Jaksa Agung Republik Indonesia yang hanya menetapkan 1 Orang Tersangka dan selanjutnya ditundut sebagai terdakwa hingga mendapatkan keputusan bebas adalah sebuah Drama Sandiwara Pengadilan HAM Berat Paniai yang sedang dipraktekan dengan cara menyalahgunakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan maksud untuk menghambat atau membatasi terpenuhinya hak atas keadilan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai berdarah serta bermaksud untuk melindungi Para Penjahat Kemanusiaan dalam Kasus Pelanggaran dan terus merawat dan memelihara ruang impunitas bagi penjahat kemanusiaan dalam kasus pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah.
Berdasarkan uraian diatas, LBH Papua mengunakan kewenagan yang diberikan berdasarkan ketentuan setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM sebagaimana diatur pada pasal 100, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan kepada :
Pertama, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera lakukan penyidikan kembali Bekas Perkara Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai dan menetapkan Tersangka Baru untuk dilakukan Penuntutan Baru atas Kasus Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah;
Kedua, Ketua Komnas HAM RI segera menyurati Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan kembali Bekas Perkara Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai dan menetapkan Tersangka Baru untuk dilakukan Penuntutan Baru atas Kasus Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah;
Ketig, Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera memerintahkan Jaksa Penuntut Umum Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Berdarah untuk melakukan upaya hokum Kasasi atas putusan bebas Kasus Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah;
Keempat, Ketua Komnas HAM RI segera menyurati Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk perintahkan Jaksa Penuntutan Umum Kasus Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah melakukan upaya hukum Kasasi atas putusan bebas Kasus Pelanggatan HAM Berat Paniai Berdarah.
“Jadi aoal putusan bebas kasus pelanggaran HAM Paniai bukti negara tidam memiliki komitmen pemenuhan hal atas keadilan bagi korban pelanggaran berat HAM Paniai,” tandas Emanuel. (Redaksi)