Jayapura,PapuaLink.Id – Akhir akhir ini banyak kelompok masyarakat berdiskusi dan bertanya siapa yang akan dipercayakan menjadi Penjabat Guberbur di tiga daerah otonomi baru (DOB). Namun perlu diketahui bahwa semua itu ada aturannya.
Diketahui bahwa kehadiran Pj Gubernur ini adalah amanat Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, setelah memperhatikan Pasal 19 dan 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Ditekankan bahwa Keppres Nomor 106/P Tahun 2018 sudah sesuai dengan ketentuan serta asas penyusunan produk hukum yang baik. Dalam prosesnya sudah memperhatikan aspek kewenangan, substansi dan prosedur yang ada.
Di dalam Pasal 201 UU Pilkada disebutkan bahwa bila masa jabatan kepala daerah dan atau wakil kepala daerah habis, untuk tingkat propinsi ditunjuk Pejabat Tinggi Madya sebagai Penjabat Gubernur. Pengisian jabatan ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan daerah.
Merujuk Pasal 19 ayat 1 huruf b, disebutkan “Jabatan Pimpinan Tinggi Madya meliputi Sekretaris Jenderal Kementerian, Sekretaris Kementerian, Sekretaris Utama, Sekretaris Jenderal Kesekretariatan Lembaga Negara, Sekretaris Jenderal Lembaga Non Struktural, Direktur Jenderal, Deputi, Inspektur Jenderal, Inspektur Utama, Kepala Badan Staf Ahli Menteri, Kepala Kesekretariatan Presiden, Kepala Kesekretariatan Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Kesekretariatan Dewan Pertimbangan Presiden, Sekda Provinsi dan Jabatan lain yang setara”.
Ditambahkan, dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2002 tentang Perubahan PP Nomor 15 Tahun 2001 mengenai pengalihan status TNI/Polri menjadi PNS juga diatur mengenai istilah Penjabat Gubernur.
Dan pada Pasal 9 tersebut juga terdapat beberapa jabaran pada Kementerian/Lembaga, dimana TNI/Polri tidak perlu alih status menjadi PNS. Aturan tersebut hanya bersifat pengecualiaan.
Sekarang, kembali ke Pemerintah Pusat mau menentukan siapa Pj Gubernur, mengikuti aturan atau tidak mengikuti aturan kemudian melihat kekhususan Papua sebagai bentuk afirmatif walau belum diatur dalam peraturan perundangan atau mempertimbangkan kepentingan Parpol tertentu.
Dalam rangka pengembangan SDM ASN OAP agar dapat memenuhi syarat dalam ketentuan untuk jabatan jabatan tertentu, misalnya Pj Gubernur, dan sebagainya.
Harusnya sudah dimulai upaya strategis secara terencana, bukan cepat cepat hanya untuk menyenangkan Orang Asli Papua (OAP).
Gubernur dan Bupati harus bisa mempromosikan OAP di Kementrian Lembaga di Pemerintah Pusat. Hal ini juga mesti menjadi perhatian Wamendagri John Wempi Wetipo.
Hal ini dapat juga dilakukan dengan mengangkat anak anak Papua yang sedang bekerja pada Kementrian/ Lembaga dalam jabatan jabatan tertentu serta adanya usulan dari daerah. Hal tersebut sesuai dengan PP 106 tahun 2021, Pasal 30 (1) Pemerintah Pusat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada OAP untuk bekerja dan membina karier di instansi Pemerintah Pusat sesuai dengan kompetensi dan keahliannya.
(2) Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mempromosikan OAP untuk berkarier pada lembaga pemerintah tingkat nasional sesuai pengalaman, kompetensi, dan bidang keahliannya.
Selanjutnya untuk menjawab siapa Pj Gubernur di DOB, bila Pemerintah Pusat konsisten dengan aturan bisa diduga orang Papua yang sedang bekerja di Jakarta pada eselon I dapat menjadi Pj Gub pada DOB bersama dari Kementrian Lembaga di Jakarta.
Bila dilihat sebagai kekhususan sebagai bentuk afirmatif maka dari 3 ( tiga) DOB memiliki SDM yang mempunyai Golongan yang cukup dan telah menjadi Kepala OPD Provinsi dan pernah dan sedang menjadi Sekda kabupaten atau figur lainnya dapat menjadi pilihan sebagai jalan terbaik.
Artinya, mereka ditarik ke Jakarta dulu untuk menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, kemudian dilantik menjadi Pj Gubernur. Hal ini harus dilakukan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan, ini artinya pembentukan DOB ini sesungguhnya dipaksakan. (Redaksi)